Mukadimah minggu pertama dalam bulan Maret yang juga penghujung dari bukan Februari tahun 2022 kali ini dipoleskan tinta merah pada angkanya. Pasti para kisanak yang tak update akan agenda-agenda di kalender Gregoria tengah bertanya-tanya, apa faktor yang melatarbelakangi diadakannya Hari Libur Nasional yang agaknya eksistensinya pun, melegakan dan menyenangkan bagi segelincir individu. Sungguh kesempatan yang amat berharga, Minggu sore tak terbayang-bayangi oleh hingar-bingar memusingkan hari Senin yang dicap sebagai hari tak ter-enak oleh mayoritas.
Isra’ Mi’raj, salah satu mukjizat yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Pun, salah satu dari sekian tanda nyata kebesaran Allah SWT. Komplementari dari kata Isra’ dan Mi’raj, ya, keduanya memiliki maknanya masing-masing yang mewakili tahapan-tahapan dalam peristiwa bersejarah tersebut.
Pertama-tama, mari kita membahas mengenai kata Isra’. Terdengar familiar? Selain dicantumkan pada frasa Isra’ Mi’raj di guliran artikel ini, faktanya kata Isra’ juga ada di penggalan tajuk surat ke-17 di antara 114 surat yang terkandung di dalam al-Quran, al-Isra’ yang berarti sebagai “perjalanan malam.” Ayat pertama surat ini menceritakan mengenai peristiwa Isra’ itu sendiri, menjelaskan bahwasanya Rasulullah telah menempuh perjalanan dari pemberangkatannya dari Masjidil Haram di Mekkah, hingga menuju Masjidil Aqsa di Yerusalem.
Dikisahkan bahwa Nabi Muhammad pergi menuju Masjidil Aqsa dengan menunggangi hewan bernama Buraq, makhluk yang digambarkan berpostur layaknya kuda putih bersayap, dan berekor bagai merak. Ketibaan Nabi di Masjidil Aqsa membawanya untuk menjadi imam dalam pelaksanaan salat dua rakaat bagi para nabi terdahulu.
Agar tak memangkas banyak waktu, mari merangkapnya dengan penelisikan bertajuk “Sedangkan, apa yang terjadi pada peristiwa Mi’raj?” Melanjutkan persinggahan Nabi di Masjidil Aqsa, beliau diberangkatkan dan dinaikkan menuju langit ketujuh, lebih tepatnya di tempat bernama Sidratul Muntaha.
Sebelum tiba di langit ketujuh, berangsur-angsur Nabi bertamu di masing-masing tingkatan langit dan bersapa dengan beberapa nabi terdahulu. Di langit pertama, beliau bertemu dengan Nabi Adam, sang nabi pertama. Di langit kedua, beliau bertemu dengan Nabi Isa, yang diturunkan Kitab Injil, dan Nabi Yahya, anak dari Nabi Zakariya. Di langit ketiga, beliau bertemu dengan Nabi Yusuf, yang terkenal akan ketampanan parasnya. Di langit keempat, beliau bertemu dengan Nabi Idris, keturunan keenam Nabi Adam. Di langit kelima, beliau bertemu sengan Nabi Harun, sahabat Nabi Musa. Di langit keenam, beliau bertemu dengan Nabi Musa, pembelah Laut Merah. Dan terakhir, di posisi langit ketujuh, beliau bertemu dengan sang Anbul Anbiya, Nabi Ibrahim.
Sidratul Muntaha yang terletak di langit ketujuh, digambarkan sebagai sebuah pohon bidara yang menandai ujung dari langit. Di situ Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Allah SWT, dan mendapatkan perintah langsung dari-Nya untuk menunaikan ibadah salat lima waktu.
Kesimpulannya, Isra’ Mi’raj adalah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa, hingga dinaikkan menuju langit ketujuh untuk mendapatkan perintah penunaikan ibadah salat lima waktu oleh Allah SWT. Luar biasanya lagi, peristiwa tersebut terjadi hanya dalam kisaran durasi satu malam. Banyak yang mengatakan peristiwa ini terjadi pada tanggal ke-27 di bulan Rajab, di tahun ke-10/11 kenabian beliau, atau kisaran tahun 621 M (al-Allamah al-Manshurfuri)
Dengan adanya peristiwa ini tentunya setidaknya kita memperoleh segelintir kesadaran, ataupun hikmah untuk menjadi lebih baik. Baik itu dalam memulai, menghadapi, menyelesaikan, dan mengakhiri suatu kebiasaan. Saya highlight di sini topik perihal salat. Tak menutup mata atas betapa berpengaruhnya era globalisasi dengan kemampuan individu untuk menjaga daya konsistensinya dalam menunaikan ibadah. Terkadang mereka terkecoh, teralihkan, meremehkan bahkan meninggalkan ibadah, yang sepantasnya kita kerahkan yang terbaik.
Melaksanakan salat tepat pada waktunya itu sangat penting. Sekalinya azan berkumandang, maka lantas sudahi kegiatanmu dan segera mengambil wudhu. Curahkan yang terdalam. Berniatlah, takutlah, engkau sedang ‘berhadapan‘ dengan-Nya. Sedikit demi sedikit, kedisiplinan tersebut akan membuahkan hasil yang memuaskan, kebiasaan baru akan melekat dan merebak ke sekitar.
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Mahamendengar lagi Mahamengetahui,” – Q.S. al-Isra/17:01
Selamat Isra’ Mi’raj 1443 Hijriyah
•
•
•
Catatan Kaki: